artificial intelligence
Berita Blockchain

PBB Bahas Potensi Ancaman AI terhadap Keamanan Internasional

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pertama kalinya akan mengadakan pertemuan untuk membahas potensi ancaman kecerdasan buatan (AI) terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Tuan rumah pertemuan, Inggris, menunjukkan risiko signifikan AI digunakan dalam persenjataan otonom atau dalam mengendalikan senjata nuklir.

Pertemuan ini akan dihadiri oleh para pakar AI internasional. Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward, pada Senin (3/7/2023), menyatakan bahwa Inggris ingin menyerukan pendekatan multilateral dalam mengelola peluang dan risiko AI. “Ini akan membutuhkan upaya global,” katanya.

Pertemuan Dewan Keamanan PBB akan memberikan kesempatan untuk mendengar pandangan para ahli tentang teknologi AI yang berkembang pesat. Ke-15 anggota Dewan Keamanan PBB akan membahas implikasinya.

Woodward menyatakan bahwa manfaat AI sangat besar. Dia menyebutkan potensi AI untuk membantu program pembangunan PBB, meningkatkan operasi bantuan kemanusiaan, mendukung operasi pemeliharaan perdamaian, dan mempromosikan pencegahan konflik, termasuk mengumpulkan dan menganalisis data. “AI dapat membantu kita menjembatani kesenjangan antara negara berkembang dan negara maju,” katanya.

Namun, di sisi lain, AI menimbulkan pertanyaan keamanan serius yang perlu ditangani. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Juni lalu, mengungkapkan bahwa ancaman AI bisa menjadi “monster” yang tidak bisa dikendalikan. Ini membutuhkan kode etik untuk pemerintah, perusahaan teknologi, dan pengiklan.

Guterres berencana untuk menunjuk dewan penasihat AI pada bulan September untuk mempersiapkan inisiatif yang dapat diambil PBB. Dia juga setuju bahwa badan PBB baru untuk menangani AI akan dibuat dengan model seperti Badan Energi Atom Internasional yang berbasis pengetahuan dan memiliki otoritas pengaturan.

“PBB akan berusaha menjadi pusat dari semua jaringan dan gerakan yang akan berurusan dengan teknologi AI saat berkembang,” kata Guterres. Dia mengakui bahwa ini tidak akan mudah karena pemerintah dan organisasi internasional belum cukup berinvestasi dalam sumber daya manusia yang memiliki keahlian ilmiah dan pengetahuan teknis tentang AI.”

Pada September 2022, Dewan Sistem Eksekutif PBB untuk Koordinasi mendukung Prinsip Etika untuk Penggunaan AI dalam Sistem PBB. Ini terdiri dari 10 prinsip yang berfungsi sebagai pedoman untuk penggunaan AI di semua tingkatan sistem PBB, yaitu: tidak membahayakan; menentukan tujuan, kebutuhan, dan proporsionalitas; keselamatan dan keamanan; keadilan dan non-diskriminasi; keberlanjutan; hak atas privasi, perlindungan data, dan manajemen data; otonomi dan pengawasan manusia; transparansi dan kejelasan; akuntabilitas; serta inklusi dan partisipasi.

Eropa juga berada di garis depan dalam upaya untuk mengatur AI, terutama dengan munculnya AI yang memberi chatbots seperti ChatGPT kemampuan untuk membuat teks, gambar, video, dan audio seperti manusia. Pada 14 Juni, anggota parlemen Uni Eropa menyetujui aturan komprehensif pertama di dunia untuk AI.

Pada bulan Mei, kepala perusahaan AI yang menciptakan ChatGPT berbicara dalam sidang Senat di Amerika Serikat. CEO OpenAI Sam Altman menyatakan bahwa intervensi pemerintah sangat penting dalam mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh sistem AI yang semakin kuat. Dia mengusulkan pembentukan badan AS atau global yang akan memberikan lisensi kepada sistem AI yang paling kuat dan memiliki wewenang untuk mencabutnya, serta memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan. (AP)

Putra Augusta
the authorPutra Augusta

Tinggalkan Balasan